Menu 

Bagaimana Seharusnya Milenial Memaknai Pancasila Yang Universal?

Thursday, September 15th, 2022 | Dilihat : 184 kali

(15) Pancasila bagu Milenial

Fakultas Hukum (FH) Unissula Semarang menjalin kerjasama dengan Mahkamah Konstitusi (MK), (12/9/2022). Kerjasama ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman yang dilakukan oleh Rektor Unissula dengan Sekretaris Jenderal MK.

Prof Dr Gunarto SH MH berharap dengan kerjasama ini akan ada pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan peningkatan keterampilan mahasiswa. “Selanjutnya saya berharap akan ada kerjasama di bidang pelatihan untuk mahasiswa Unissula. Mulai dari meningkatkan keterampilan mahasiswa, sehingga bisa menguji UU yang bertentangan dengan konstitusi,” ungkap Rektor Unissula.

Selain itu dirinya juga berharap ada kerjasama di bidang pendidikan. Sehingga universitas dapat memaksimalkan program MBKM dan bisa bersaing dengan negara-negara maju di dunia.

Acara dilanjutkan dengan kuliah umum dengan tema pembaharuan hukum sebuah ikhtiar mewujudkan nilai-nilai Pancasila. Hadir sebagai keynote speaker Ketua MK, Prof Dr Anwar Usman.

Dirinya menyampaikan bahwa pada dasarnya nilai-nilai Pancasila selaras dengan nilai-nilai Islam. “Nilai Pancasila tidak ada satupun yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam maka jika ada yang bertentangan, berarti nilai Pancasila itu belum merasuk ke dalam diri kita,” ungkapnya.

Sementara itu Sekjen MK Prof Dr Guntur Hamzah SH MH mengemukakan bahwa nilai Pancasila adalah nilai yang universal. Sehingga dengan adanya perkembangan teknologi tidak bisa mengikis nilai-nilai tersebut. “Sayangnya yang kita temui dengan adanya teknologi itu banyak yang menjadi jungkir balik. Yang seharusnya dekat, menjadi jauh. Saya tadi melihat di ruang ini masih ada yang sibuk dengan HP nya, sedangkan kita tahu forum ini terbatas, tidak semua bisa masuk tapi yang di dalam malah komunikasi dengan yang di luar,” jelasnya.

Sehingga dirinya mengungkap bahwa sebagai generasi milenial lifestyle bukan ukuran. “Milenial itu mindset dan cultureset nya yang menjadi ukuran. Tidak masalah dikatakan kolot atau kampungan, yang penting tidak ketinggalan dalam hal pemikirannya,” lanjutnya.

Related News