Manusia dikasih anugerah Allah SWT berupa akal pikiran. Maka peradaban sesungguhnya adalah hasil kreativitas pikiran manusia. Manusia dapat mengembangkan akal pikirannya dan punya kehendak untuk maju. Intelektual muslim kenamaan Ibnu Khaldun menyebut bahwa substansi dari peradaban itu sendiri adalah ilmu pengetahuan. Sedangkan peradaban Islam adalah ilmu pengetahuan pada Hasanah dunia Islam. Literatur dunia Islam yang merujuk kepada sumber otentik dan utamanya yaitu AlQuran dan Hadis. Kita menemukan bagaimana perhatian dan dorongan yang luar biasa di dalam AlQuran kepada umat Islam untuk mencari ilmu pengetahuan. Bahkan ayat yang pertama kali turun bunyinya adalah Iqro bismirobbikalladzi kholaq bunyinya adalah iqro bacalah.
Pintu pertama untuk sampai sebuah ilmu pengetahuan adalah dengan kita membaca. Membaca bisa berarti memahami dan merenungi apa-apa yang ada di sekitar, misalnya ketika ada banyak orang yang tertimpa apel ada satu orang namanya Newton yang berpikir bahwa ada satu peristiwa bagaimana apel jatuh maka dia baca dan menemukan satu pengertian tentang apa yang disebut dengan hukum gravitasi.
Dalam literatur Islam kita temukan bagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mendorong umat Islam untuk mencari ilmu dan diwajibkan. Mencari ilmu itu sesuatu yang diwajibkan kepada orang-orang Islam laki-laki dan perempuan. Disini kita temukan bahwa apa yang disebut dengan emansipasi itu tidak perlu lagi diperjuangkan. Islam sudah memikirkan itu laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Sayyidah Aisyah periwayat hadits wanita dan banyak hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah yang berhubungan dengan persoalan rumah tangga yang hanya beliau dan Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang tahu hadist berkenaan dengan persoalan-persoalan dalam rumah tangga.
Islam memberikan perhatian yang luar biasa terhadap ilmu. Dalam surat At-Taubah disebutkan tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semua ke medan perang. “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama”. Inilah pentingnya mencari ilmu. Bahkan dalam kondisi perang ketika semua orang harus berangkat perang, AlQuran memerintahkan harus disisakan beberapa orang yang menjadi penjaga ilmu. Dan orang itu tidak perlu berperang karena dia berjuang untuk mempertahankan literatur keagamaan. Kita akan tahu bahwa apa yang diwariskan Baginda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada kita itu bukan harta atau kekuasaan melainkan ilmu pengetahuan.
“Al ulama warosatul Anbiya” orang-orang yang alim itulah pewaris para Nabi. Rasulullah begitu serius mengkader para Sahabat, Bagaimana Rasulullah berhasil mendesain Sahabat dengan disiplin keilmuan yang beragam. Kita menemukan bagaimana orang seperti Abu Hurairah memimpin kalangan para Sahabat yang giat mencari ilmu yang selalu nempel atau dekeat dengan Rasulullah. Beliau tinggal di masjid bersama Rasulullah supaya tidak ada satu ilmu pengetahuan pun yang lewat dari Sahabat Abu Hurairah. Di masa-masa awal Islam perhatian ilmu tentu saja kepada AlQuran. Maka yang dilatih dan diajarkan yang paling utama adalah bagaimana para sahabat betul-betul memperhatikan AlQuran. Sahabat Abu Hurairah, Sahabat Abu Bakar adalah pengganti Rasulullah dalam mengumpulkan AlQuran.
Zaman Rasulullah AlQuran masih dengan tulisannya terpencar-pencar dikumpulkan oleh Sahabat Abu Bakar. Kita menemukan bagaimana Sahabat Umar mengirim para guru-guru AlQuran dan menyiapkan dana khusus untuk para pengajar AlQuran satu orang yang mengajar AlQuran disediakan 15 Dinar. Jadi yang dikawal itu AlQuran, bagaimana cara baca AlQuran. Bagaimana AlQuran sebagai pesan Allah itu betul-betul dipahami. Maka perangkat ilmu menuju itu mulai diperhatikan oleh orang Islam. Di awal-awal huruf AlQuran tidak ada titiknya. Kita tidak bisa membedakan antara Ba Ta sama sa’ tapi orang Arab setiap hari berinteraksi dengan bahasa Arab dan mereka tahu. Namun orang di luar Arab tidak tahu, maka untuk memudahkan bacaannya kemudian Sayyidina Ali mulai ikut merumuskan bagaimana bacaan-bacaan itu bisa dikonsumsi oleh orang di luar Arab.
Ketika bangsa Arab telah menyebar di masa Dinasti Umayyah dan Islam telah menyebar tidak hanya pada wilayah-wilayah yang dulu menggunakan bahasa Arab yaitu wilayah-wilayah bekas Romawi wilayah-wilayah bekas Persia bahkan Islam sudah mulai masuk ke Spanyol bahkan Islam sudah masuk ke Afrika dan Asia yang jauh. Maka pada saat itu para khalifah dan para rajanya mulai berpikir bagaimana kemudian bahasa Arab dipopulerkan menjadi bahasa umat Islam. Maka munculah pendidikan baniah yaitu pendidikan khusus bahasa Arab. Negeri-negeri yang jauh diwajibkan untuk menggunakan dan berkomunikasi memakai bahasa Arab.
Kita melihat keseriusan orang-orang dahulu mencari ilmu salah satunya yang dilakukan oleh ibunda Imam Syafi’i. Ibunda Imam Syafi’i sudah berpikir bagaimana mengkader putranya sejak kecil menjadi ulama besar. Beliau sadar betul bahwa untuk mempelajari Hasanah pengetahuan Islam tidak bisa dilakukan kecuali menggunakan bahasa Arab, maka ibunda Imam Syafi’i rela berpindah dari Palestina yang pada zaman itu tidak kuat bahasa Arabnya pindah masuk ke perkampungan Arab demi putranya bisa menikmati bahasa Arab yang baik. Imam Syafi’i jauh sebelum sebagai ulama besar ahli fikih beliau adalah pakar sastra Arab dan gemar membuat puisi.
Islam memasuki satu tempat berinteraksi dengan peradaban peradaban sebelumnya yang lebih kokoh, yang lebih maju dari peradaban sebelumnya dalam hal ilmu pengetahuan. Ada tempat-tempat yang sebenarnya terusan dari filsafat Yunani. Ada Madrasah Nisturian, ada Madrasah Alexandria yang tempat-tempat itu adalah banyak berkumpulnya orang-orang yang melanjutkan hasanah pengetahuan pengetahuan sebelum Islam. Dalam dunia pendidikan saat ini kita mengenal sosok rantai Plato Aristoteles tokoh-tokoh Yunani, ada lagi pakar sejarah.
Sedangkan di dunia Islam ketika itu mulai bertemu dan bersinggungan dengan dunia-dunia yang lain dan para khalifahnya tidak menutup diri. Mereka kemudian membuka pintu selebar-lebarnya. Bahkan pada saat itu banyak para ahli yang sengaja didatangkan dari luar Islam untuk mengajari umat Islam. Hasanah-hasanah pengetahuan warisan Yunani, hazanah pengetahuan dari Mesir, pengetahuan dari India semua dipelajari oleh umat Islam. Para ahli didatangkan dan dibayar dengan mahal. Mereka bukan orang Islam namun dipekerjakan demi ilmu pengetahuan. Diantaranya kita kenal Ibnu Mukafah, Yahya Ibnu Khalid Ibnu Albar mereka dipekerjakan dan dikasih tanggung jawab untuk menerjemahkan hazanah hasanah Islam. Khalifah kemudian menggalakkan ilmu pengetahuan yang sedemikan rupa.
Pada dinasti Abbasiyah 750 didirikanlah Baitul Hikmah. Orang-orang pintar dikumpulkan, finansial mereka dicukupi oleh para khalifah dan ditugaskanlah mereka untuk sungguh-sungguh mencari ilmu. Referensi-referensi luar diterjemahkan semuanya dan itulah cara yang luar biasa yang dilakukan oleh orang-orang zaman dahulu terhadap ilmu pengetahuan. Dunia Islam menjadi kiblat ilmu pengetahuan pada abad ke-8, abad ke-9, abad ke-10 dan ketika orang-orang Eropa berada dalam masa kegelapan pada saat itu. Islam masuk pada puncak peradabannya. Kita menemukan pemikir-pemikir yang luar biasa. Orang-orang yang begitu serius dalam mencari ilmu seperti Imam at Thabari. Beliau multitalenta dalam menguasai sejarah, menguasai fiqih, menguasai hadits, menguasai matematika, menguasai kedokteran dan dia adalah salah satu ulama di dunia Islam yang begitu produktif.
Selanjutnya adalah Alkindi itu pakar filsafat, pakar perbintangan dan pakar kedokteran. Alkindi punya karangan 240 buku. Ada lagi Imam Al Ghazali dikenal sebagai hujjatul Islam. Imam Ghazali mengarang begitu banyak kitab yang sampai hari ini kita mewarisinya. Ihya Ulumuddin adalah kitab karangan Imam Al Ghazali ada kitab Minhajul Abidin, kitab Miskatul Anwar, kitab Ayyuhalwat dan ada kitab nasehat hampir seluruh lapangan ilmu pengetahuan di dunia Islam Imam Al Ghazali mengarangnya.
Dr. Ahmad Mujib El-Shirazy (Dosen Fakultas Agama Islam) dalam Kajian Peradaban Islam Pesantren Mahasiswa Unissula