Ikan Pari merupakan jenis ikan yang banyak ditemui di perairan utara pulau Jawa, namun sayangnya memiliki nilai jual rendah karena rasanya yang kurang enak dikonsumsi dalam kondisi segar. Nelayan akan mengolah ikan pari dengan mengambil dagingnya yang kemudian dipanggang menjadi ikan asap untuk meningkatkan nilai ekonomisnya. Kulit ikan pari selama ini menjadi limbah dari proses pengolahan tersebut. Padahal, produk-produk berbahan dasar kulit ikan pari, merupakan komoditi buruan di luar negeri.
Melimpahnya bahan baku dan terbukanya peluang eksport menjadikan alasan untuk mengembangkan industri pengolahan kulit ikan pari tersebut. Salah seorang pengrajin dengan bahan dasar kulit ikan pari adalah Majal Lubab, pengrajin kulit dengan brand “ White Blue” merasa tertantang untuk memanfaatkan limbah kulit ikan pari.
Berbekal ilmu dan keterampilan yang dimiliki, ia mengolah kulit Ikan pari menjadi gelang, dompet, tas, sabuk dan sebagainya. Limbah kulit ikan pari diolah melalui proses penyamakan menjadi kulit crusting, kemudian di warna dan di olah menjadi produk jadi yang bernilai tinggi.
Adalah tim pengabdian Unissula yang terdiri dari Nurwidiana ST MT dan Dr Asyhari SE MM., yang tertarik untuk mengembangkan industri pengrajin kulit ikan pari yang ada di Kota Semarang. Melalui program iptek bagi produk Ekspor (IbPE) Kemenristekdikti, tim ini melakukan pendampingan terhadap industri kulit pari White Blue dalam mengembangkan usahanya agar mampu menembus pasar eksport.
Tim IbPE merancang mesin penyamak yang sesuai untuk karakteristik kulit ikan pari, dengan ukuran mesin yang sesuai kapasitas industry kecil menengah (IKM). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan memperbaiki kulitas produk yang dihasilkan.
“Mesin ini didesain khusus untuk proses penyamakan dan proses pewarnaan di IKM pengrajin kulit ikan pari, mesin dengan desain dua tabung, akan memungkinkan IKM untuk memproses kulit dengan 2 warna dalam satu waktu yang bersamaan. Sehingga ini akan meningkatkan efisiensi dan juga memudahkan IKM menciptakan produk dengan warna yang beragam” jelas Nurwidiana, ketua tim IbPE Unissula.
Selain perbaikan pada proses produksi, tim IbPE juga melakukan pendampingan pada proses pengembangan produk IKM White Blue. Dengan orientasi eksport, maka desain diarahkan untuk sesuai dengan selera pangsa pasar eksport. Produk buatan tangan atau hand made menjadi pilihan bentuk strategi pengembangan produk yang dilakukan. Maka pelatihan pembuatan produk dengan metode hand made pun diberikan kepada IKM White blue, Dengan keuletan dan ketelatenan, saat ini telah berhasil mengembangkan desain strap jam tangan, dompet, dan tempat kartu dengan pengerjaan hand made yang diminati pangsa pasar luar negeri.
Dr Heru Sulisyo, ketua LPPM Unissula menyatakan bahwa program IbPE ini akan berjalan 3 tahun dan ini merupakan pelaksanaan tahun pertama. Diharapkan pada tahun ke 2 Tim IBPE akan mendampingi IKM dalam peningkatan kapasitas produksi hingga nantinya di tahun ke 3 IKM sudah siap baik kualitas maupun kuantitas produksinya untuk melayani pasar eksport.