Menu 

”Sjafruddin Center” dan Jejak Keteladanan

Thursday, May 12th, 2011 | Dilihat : 901 kali

peresmian sjafruddin center unissula

(11/5) Peresmian ”Sjafruddin Prawiranegara Center” di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, membarengi seminar internasional dalam rangkaian Satu Abad Mr Sjafruddin Prawiranegara, kemarin, kita maknai sebagai ungkapan kerinduan akan jejak keteladanan seorang tokoh pada zamannya, dalam refleksi aktual kebutuhan masa sekarang. Keteladanan itu terkristal lewat jejak kenegarawanan sang tokoh, karya-karya agungnya, serta yang tak kalah penting kesederhanaan pola hidup kesehariannya.

Suatu latar belakang politik bisa dikesampingkan ketika kita berbicara tentang contoh-contoh amaliah yang pernah disajikan sang tokoh semasa hayatnya. Terdapat pertautan masa lalu dan masa sekarang yang tak lekang dalam perguliran zaman, karena keteladanan mengenai sikap kenegarawanan, pilihan-pilihan kebijakan yang prorakyat, serta sikap hidup zuhud yang istikamah melawan arus materi merupakan mutiara-mutiara sepanjang masa. Semua itu akan terus tersemai, dijadikan panutan, dan bila mungkin dipolakan.

Formalitas sejarah boleh jadi memaparkan fenomena ”hisstory” ketimbang ”history”, sehingga akumulasi dominan dari fakta-fakta yang diangkat oleh politik-kekuasaan pada masanya bisa menyembunyikan peran seseorang, dan lebih memaparkan kontroversinya. Pada masa sekarang, misalnya, adakah generasi muda kita yang memahami peran politik-kenegaraan seorang Sjafruddin Prawiranegara? Apa saja yang bisa diserap dari keteladanannya? Kejujuran sejarahlah yang kelak akan memosisikan peran-peran tersebut, apa adanya.

Ketokohan Mr Sjaf bisa dirunut dari posisinya sebagai gubernur pertama dalam sejarah Bank Indonesia. Dan, yang terpenting pada 1948 ia dipercaya menjadi ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) untuk menyelamatkan kemerdekaan republik dari agresi militer kedua Belanda, ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditawan dan diasingkan ke Bangka. Sejumlah sejarawan bahkan menyebut Sjafruddin sebagai ”presiden yang terlupakan” dalam perjalanan kesejarahan republik ini.

Ketika memilih ketokohan Sjafruddin sebagai label spirit Pusat Studi Keuangan Islam, Rektor Unissula Laode Masihu Kamaluddin tentu mempertimbangan aspek-aspek menyeluruh yang menyimpulkan bahwa integritas sang tokoh memang layak diteladani, bukan sekadar simbolik-politis. Bukankah tidak bisa dipungkiri, pada masa-masa 65 tahun usia republik, bangsa ini seperti mengalami kekeringan ketokohan, terutama yang bisa diteladani sikap hidupnya, orientasi kerakyatannya, serta visi kenegarawanannya?

Lewat penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat reflektif, sejumlah kalangan agaknya mencoba menggali nilai-nilai ketokohan untuk dipancarkan sebagai guyuran kebutuhan pada masa-masa kering keteladanan seperti sekarang. Seabad Abdul Wahid Hasyim baru saja diperingati, dan kini rangkaian Satu Abad Sjafruddin Prawiranegara menandai semangat serupa dalam ikhtiar memahami, menyerap, dan menghayati nilai-nilai, baik dari kehidupan pribadi maupun kiprah kebangsaan para tokoh tersebut.

 

Sumber : www.suaramerdeka.com

Related News