MENATAP MASA DEPAN LEWAT GENERASI CERDAS
Oleh: Prof Dr Laode M Kamaluddin MSc MEng
(Rektor Unissula)
APA yang dapat kita simak dari perjalanan bangsa ini selama 2010 adalah kekecewaan demi kekecewaan kepada para pemegang amanah di pusat-pusat kekuasaan. Namun di sesela itu, terdapat generasi muda yang memilih jalan cerdas, yang melihat Indonesia dari perspektif mereka sendiri. Mereka gelisah karena setiap hari hanya disodori oleh pertikaian-pertikaian politik. Bukannya a-politik, tetapi aspirasinya pada politik kesejahteraan.
Jadi ketika pemerintah menyatakan pertumbuhan ekonomi sekian persen pada tahun 2010 ini, generasi itulah yang sesungguhnya memberi kontribusi besar dengan kegiatan-kegiatan berwatak entrepreneurship.
Bayangkanlah, apakah pemerintah cukup waktu dan ruang untuk mengurus bangsa ini ketika energinya lebih banyak tersedot ke berbagai skandal seperti dana talangan Bank Century, kriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah, mafia hukum, mafia pajak, cek pelawat yang melibatkan banyak anggota DPR, dan sebagainya yang saling menyandera para elite politik sehingga mengacaukan penegakan hukum?
Generasi ini punya network kuat antarsesama mereka, juga dengan masyarakat global. Inilah cyber-culture generation. Saya optimis. Mereka inilah yang mestinya direkrut untuk ditaruh di mana saja di Indonesia. Mereka kecewa karena para pemimpin dianggap gagal memberi karakter Indonesia seperti apa. Lalu melakukan sesuatu untuk membangun eksistensi. Pendekatannya memang kesejahteraan, di mana pun mereka berada. Mereka lebih rasional dan realistis, mencari lalu menemukan jalan keluar ketika merasakan sesuatu yang tidak membuat nyaman, misalnya kehidupan politik yang tidak memberi harapan. Jadi memang dipicu oleh generation gap.
Maka generasi yang beraspirasi kesejahteraan tadi mencari jalan sendiri sebagai community development.
Dunia pendidikan, seperti Unissula, mencoba mengkanalisasi aspirasi generasi ini dengan memberi ruang berkembang SDM masa depan, antara lain melalui pendekatan cyber university dengan berhijrah dari analog ke digital.
Problem Manula Bisa Jadi Bom Waktu
Oleh : Dr dr H Taufiq R Nasichun SpAnd
Dekan Fakultas Kedokteran Unissula
Ratusan tahun lalu rata-rata orang meninggal pada usia 30 tahun dengan penyebab utama infeksi. Saat ini di negara berkembang rata-rata orang meninggal pada usia lebih dari 65 tahun, di negara maju di atas 75 tahun. Peningkatan usia harapan hidup ini berkat keberhasilan dunia kedokteran dalam menemukan antibiotik dan vaksin, serta pencegahan penyakit melalui penggunaan air bersih, peningkatan sanitasi lingkungan, dan higine personal.
Saat ini kematian lebih disebabkan oleh penyakit kronis, degeneratif, keganasan, penurunan kekebalan (immune deficient), dan penyakit lain yang menimbulkan kelemahan yang berkepanjangan, immobilitas, dan ketergantungan. Penderitaan ini menimbulkan beban yang berat, panjang, dan prosedur perawatan yang sangat mahal.
Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka kelahiran menyebabkan peningkatan jumlah populasi manusia usia lanjut (manula) di atas 65 tahun, bahkan melebihi populasi anak-anak di bawah 15 tahun. Peningkatan jumlah manula tidak menjadi masalah, bahkan merupakan berkah sejauh masih produktif dan tidak disertai berbagai penderitaan akibat penyakit kronis degeneratif.
Sebaliknya, peningkatan menjadi persoalan tenaga kerja, sosial politik, bahkan ekonomi suatu negara bila para manula hidup disertai dengan berbagai penyakit kronis berkepanjangan yang berimplikasi pada penurunan fungsi fisik, mental, dan sosial seperti stroke, keganasan, kepikunan (dementia), immobilitas, dan lainnya yang tidak produktif dan memerlukan perawatan khusus di rumah atau rumah sakit. Konsekuensi dari kondisi tersebut menyebabkan jumlah tenaga muda menurun, tetapi harus menopang jumlah manula yang meningkat.
Fakta ini memberikan warning sangat jelas pada stake holder pengampu bidang kesehatan. Karenanya sangat bijak jika diantisipasi sejak dini sebelum menjadi bom waktu, mengingat populasi manula di Indonesia juga akan semakin meningkat, sebab pada dasarnya persoalan ini sudah menjadi persoalan serius di negara dengan jumlah populasi tinggi.
Berbagai penyakit yang timbul pada manula memberikan inspirasi agar indikator kesehatan pada manula lebih diprioritaskan pada usia harapan hidup dengan aktivitas harian yang baik, bebas dari dimensia, dan bebas dari ketidakmampuan fisik. Upaya ini sudah dilakukan di berbagai negara maju, sedangkan di negara berkembang masih menghadapi kendala. Karena itu goal ”Deklarasi Jakarta” tentang promosi kesehatan di abad 21 adalah meningkatkan harapan hidup sehat dan mempersempit harapan hidup sehat antarnegara dan antarkelompok masyarakat.
Memperlambat Penuaan
Strategi dasar yang perlu dilakukan selain memrioritaskan pada berbagai penyakit yang mendasari timbulnya penyakit pembuluh darah, dimensia, dan kelemahan otot, juga perlu memperhatikan ketidaksinkronan ekonomi dan gaya hidup. Selain itu intervensi terapi perlu disiapkan dan diberikan oleh berbagai provider kesehatan kepada masyarakat. Fakta yang ada menunjukkan bahwa wanita lebih perhatian dari pria terhadap perawatan kesehatan pada saat menjadi manula. Berkaitan itu, ongkos perawatan kesehatan wanita jauh lebih tinggi dari pria.
Dampaknya, umur wanita 7-8 tahun lebih panjang dibanding pria. Akibatnya populasi wanita dibanding pria umur 60 tahun yang tidak menikah (tidak pernah menikah, janda/duda) di Indonesia adalah 469:100, lebih tinggi dibanding Rusia yang dikenal sebagai negara janda (Rusia 394:100, Jepang 364:100, Pakistan 357:100, Jerman 305:100, Filipina 258:100, Amerika 218:100, Cina, 193:100, dan India 295:100). Fakta ini menunjukkan populasi wanita umur 60 tahun ke atas di Indonesia yang hidup sendiri merupakan kelompok terbesar.
Mengacu pada berbagai fakta itu, upaya perawatan kesehatan dengan memperlambat penuaan atau meningkatkan kualitas hidup, selain dapat menggunakan obat, food nutrient, juga dapat melalui pengaturan kebiasaan makan dan aktivitas fisik. Kebiasaan makan yang tidak terkendali, selain mengakibatkan pembentukan oxygen free radical yang bersifat merusak, juga menyebabkan jumlah kalori yang masuk ke tubuh berlebihan. Akibatnya kalori yang dikonversi menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan lemak sebagai cadangan energy makin banyak. Tetapi apabila lemak ini tidak pernah terpakai, apalagi bila kalori yang dimakan pun melebihi kebutuhan, orang akan berkembang menjadi obesitas dengan berbagai risiko kesehatan seperti penyakit stroke, jantung koroner, dan lainnya, yang berakhir dengan penurunan kualitas hidup bahkan kematian.
Upaya pencegahan dapat dilakukan sejak dini, dari masa kanak-kanak. Upaya yang paling sederhana adalah dengan tidak membiarkan anak-anak makan secara tak terkendali sehingga menimbulkan kegemukan, perlemakan hati, dan ukuran penis yang sangat kecil (mikropenis) pada anak laki-laki yang terbawa sampai dewasa dengan segala implikasinya, sehinga perlu pembatasan asupan kalori.
Pembatasan kalori ini sesuai firman Allah dalam surat Almaidah ayat 87: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan, apa-apa yang baik yang telah Alloh halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
Ayat tersebut menyatakan, meskipun makan makanan halal diperbolehkan, tetapi bila berlebihan, apalagi untuk kesenangan, sangat tidak disukai Allah.
MENGUJI KESIAPAN PERGURUAN TINGGI
Gunawan ST MT
Dosen FT, Kabag Biro Sistem Informasi Unissula
Teknologi Informasi sedang merajai industri dunia dan hal ini juga merambah ke Indonesia. Di negara kita saja pengguna internet pada 2010 mencapai 57,8 juta, pengguna telepon seluler 170 juta, dan penetrasi sektor telekomunikasi bergerak mencapai puncak pertumbuhannya hingga 50% pada dua-tiga tahun mendatang. Akan ada banyak respons dengan berbagai perspektif, dan kita melihat ada sesuatu yang luar biasa sedang terjadi. Iphone dan Blackberry mungkin merupakan role model yang saat ini kita kenal dengan sebutan smart phone, istilah yang familiar dua tahun belakangan ini.
Berkembangnya teknologi informasi yang luar biasa tersebut merupakan sebuah tantangan sekaligus peluang yang perlu disikapi secara bijak jika tidak ingin menjadi korban dari kompetisi ini. Kita tentu menanti secara berdebar kejutan teknologi apalagi yang akan menjadi tren di tahun 2011 mendatang.
Jauh jauh hari PBB dan ITU (International Telecommunication Union) melalui WSIS (World Summit on the Information Society) yang merupakan forum teknologi informasi dan komunikasi sepakat untuk mencanangkan pada 2015 kaitannya dengan dunia pendidikan, sebagai berikut: menghubungkan universitas, akademi, sekolah, pusat ilmu dan penelitian, perpustakaan umum, pusat kebudayaan, museum, kantor pos dan kearsipan, seluruh instansi pemerintah dan daerah dengan TI. Badan ini juga memastikan pada tahun yang sama lebih dari setengah penduduk dunia mempunyai akses dengan TI dan komunikasi. Ini sebuah pekerjaan rumah bersama tidak terkecuali bagi lembaga pendidikan.
Peran Perguruan Tinggi
Yang menarik adalah menjawab pertanyaan sejauhmana kesiapan perguruan tinggi dalam menyikapi fenomena tersebut. Ada banyak universitas dunia yang telah berhasil mengaplikasikan berbagai macam penemuan di bidang teknologi komunikasi pada kehidupan kampus mereka misalnya Sungkyunkwan University Korea Selatan.
Universitas ini memberikan fasilitas koran elektronik di perpustakaannya, berupa touch screen yang di dalamnya memuat arsip koran dari yang terbaru hingga yang paling lama. Mereka juga menyediakan fitur subway map di handphone mereka. Tujuannya, memudahkan para pelajar maupun masyarakat dalam mencari rute subway dan menekan keterlambatan. Masyarakatnya pun berubah menjadi disiplin.
Lantas bagaimana dengan universitas universitas di negara kita?.Unissula misalnya bersiap diri dengan meluncurkan TI terbaru di Indonesia. T-DMB atau Terrestrial Digital Multimedia Broadcasting. T-DMB merupakan perubahan metode penyiaran dari analog menuju digital.
Konsep hijrah analog ke digital oleh Unissula dilatarbelakangi fakta, bahwa digitalisasi multimedia di segala jenis aktivitas kehidupan dan di seluruh dunia pasti terjadi dan tinggal menunggu waktu saja. Diselaraskan dengan Digitalisasi Multimedia Indonesia ditargetkan secara menyeluruh pada 2018, sehingga jika dilakukan implementasi sejak dini selama proses persiapan akan dilakukan riset-riset aplikatif produktif dan Unissula dapat berperan sebagai mitra strategis pemerintah dalam pelaksanaan program tersebut, karena universitas ini telah memilik infrastruktur T-DMB.
Mengacu kepada program Research & Commercial Application sehingga SDM Unissula memiliki potensi, kompetensi dan pengalaman membangun digitalisasi multimedia, diharapkan program ini menjadi barometer penerapan teknologi tersebut oleh semua kalangan, baik pendidikan/ kampus, pemerintah dan usaha.
Bekerja sama dengan Korea Selatan dan MIMOS Malaysia, T-DMB ini telah diluncurkan 8 Desember 2010 lalu. Dengan adanya T-DMB tentu akan diproyeksikan meningkatkan kegiatan serta kualitas dari mahasiswa Unissula. Mahasiswa akan lebih mudah mengakses materi perkuliahan dan mendapatkan informasi yang lebih banyak. Dengan menggabungkan smart phone, PC Tablet dengan modul receiver T-DMB maka pencapaian atas apa yang diharapkan bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Secara teknis pilihan mengapa TDMB yang dipilih antara lain didasarkan pada pertimbangan hemat penggunaan frekuensi, hardware lebih compact dan hemat space, fleksibel dalam penggunaan bandwidth dan tentunya mengikuti tren pengembangan teknologi.
Teknologi T-DMB ini selangkah lebih maju dibandingkan dengan teknologi penyiaran yang lain karena adanya konvergensi antara teknologi broadcasting audio, video, dan data, yang dapat digambarkan sebagai radio, TV dan internet dalam satu paket. Unissula berusaha menangkap kebutuhan akan informasi dan mobilitas civitas akademikanya yang tinggi.
Oleh karena itu universitas ini melakukan restrukturisasi layanan kampus dengan cara membangun database dan konten pembelajaran melalui multimedia, memperbarui kurikulum, meningkatkan kualitas mahasiswa, memperbarui metode pengajaran, merancang ulang infrastruktur kampus dan standardisasi sistem manajemen kampus. Universitas universitas lain pun pasti memiliki antisipasi dan strategi tersendiri dalam menghadapi era TI ini khususnya menyongsong tahun 2011.
OPTIMISME DALAM BAYANGAN EKONOMI GELEMBUNG
Dr Mutamimah SE MSI
Dosen FE dan Ketua Program MM
Setelah mengalami krisis finansial global selama 2008-2009, kondisi ekonomi 2010 membaik, dan diperkirakan akan terus memulih. Hal itu berimbas pada kondisi makroekonomi Indonesia yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, IHSG, dan inflasi. Pertumbuhan ekonomi naik menjadi sekitar 6%, lebih tinggi dari perkiraan semula 5,8%, nilai tukar rupiah terhadap dolar sebesar Rp 9.093, sedangkan pada 2009 hanya Rp 10.494 per dolar.
Keberhasilan Indonesia mengatasi krisis perekonomian global 2008-2009 telah meningkatkan kepercayaan investor. Hal ini tercermin pada kondisi pasar modal Indonesia pada 2010 yang sangat memengaruhi nilai IHSG. Pada 2010 nilai IHSG menembus ke level 3.724 atau naik 46,98% dibandingkan dengan level akhir 2009. Kinerja IHSG ini merupakan salah satu yang tertinggi di pasar modal dunia.
Saat memasuki 2010, Indonesia sebenarnya memiliki modal yang cukup meyakinkan, yakni inflasi diperkirakan 2,8% pada 2009.
Tekanan yang relatif rendah ini sempat membuat semua pihak, seperti pengusaha, perbankan, dan pemerintah, optimistis. Namun selama 2010, tekanan harga pangan yang bergejolak naik secara terus menerus karena kondisi cuaca yang tidak menentu — juga banjir maupun erupsi gunung Merapi — menurunkan produksi dan menggangu kelancaran distribusi. Peningkatan pertumbuhan kredit serta kenaikan tarif dasar listrik mendorong meningkatnya tingkat inflasi pada kisaran 6-6,5%.
Prestasi ekonomi Indonesia lainnya adalah pertumbuhan total aset perbankan syariah mencapai 33%. Sampai akhir Oktober 2010, total aset perbankan syariah mencapai Rp 86 triliun. Secara kelembagaan, saat ini jumlah bank syariah telah mencapai 11 BUS, 23 UUS, dan 146 BPRS dengan jaringan 1.625 kantor pada 2010. Secara geografis, sebaran jaringan kantor ini telah menjangkau masyarakat lebih dari 89 kabupaten/ kota di 33 provinsi. Perkembangan ini diharapkan bisa memberdayakan sektor riil, sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat.
Yang perlu dicermati, peningkatan kinerja makroekonomi tersebut ternyata belum mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan dan pengangguran secara signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh data Badan Pusat Statistik, yakni pada 2010 jumlah warga miskin masih 31,02 juta orang, pengangguran mencapai 8,592 juta orang, turun dari 9,259 juta orang.
Pertumbuhan ekonomi hanya menguntungkan kalangan menengah ke atas, tetapi tidak memicu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi masih menyisakan persoalan klasik, yaitu kemiskinan dan pengangguran. Hal ini karena pertumbuhan disumbang oleh sektor konsumsi dengan porsi yang lebih besar ketimbang sektor investasi, sehingga sektor riil tidak bergerak maksimal.
Pada lima tahun terakhir perbankan nasional hanya mengucurkan 16% dari total kredit kepada sektor manufaktur, sedangkan kredit untuk konsumsi, properti, dan sektor non-tradeable lainnya mencapai 65%. Artinya, kredit perbankan porsinya lebih besar untuk konsumsi dibanding untuk investasi. Konsekuensinya, PDB nasional sekitar 60% berasal dari sektor konsumsi, sementara sektor manufaktur hanya menyumbang sekitar 27%. Ini sangat tidak sehat. Selain itu, gempuran produk Cina dengan bermacam-macam jenis telah membanjiri Indonesia, dengan kualitas lebih bagus dan harga murah.
Fenomena ini menjadi ancaman bagi sektor riil, jika pemerintah tidak memberi perlindungan dan dukungan untuk optimalisasi pertumbuhan sektor riil, terutama UMKM. Bahaya lain dari kemajuan pesat sektor finansial yang tidak diimbangi oleh geliat sektor riil adalah terciptanya ekonomi gelembung (bubble economy) yang berujung pada krisis.
Prospek 2011
Berdasarkan capaian kinerja ekonomi 2010, pertumbuhan ekonomi 2011 optimis diperkirakan akan lebih baik, dengan tingkat pertumbuhan diperkirakan sekitar 6-6,5%. Hal itu diharapkan akan menyerap tenaga kerja baru yang diperkirakan masuk ke pasar tenaga kerja sebesar 1,8 juta jiwa.
Tingkat inflasi diperkirakan dapat dijaga pada kisaran 5% plus minus 1%. Selain itu, pemerintah menargetkan akan menurunkan tingkat kemiskinan menjadi antara 11,5-12,5 % dari 13,3% pada 2010. Terlepas dari optimisme itu, tahun 2010 masih menyisakan berbagai persoalan klasik yang belum terselesaikan, yaitu tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, serta turunnya ekspor.
Untuk mewujudkan optimisme itu, dibutuhkan pendekatan holistik, yaitu melibatkan berbagai pihak: pemerintah, perbankan, perguruan tinggi, UMKM, dan masyarakat. Pertama, akselerasi sektor riil tidak cukup dilakukan dengan hanya memberi kemudahan untuk mendapatkan modal usaha. Para pelaku sektor riil, terutama UMKM harus mengubah pola pikirnya menjadi SDM yang berkualitas, bekerja keras, serta profesional. Kedua, Bank Indonesia perlu menyempurnakan kebijakan dan aturan bagi pertumbuhan perbankan konvensional, perbankan syariah (termasuk BPRS), BMT serta lembaga keuangan lain agar saling bersinergi dan bersaing secara sehat.
Ketiga, harus ada sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat agar terlibat dengan perbankan syariah, karena sistem perbankan syariah identik untuk pemberdayaan sektor riil. Keempat, untuk optimalisasi, mekanisme implementasi program pengentasan kemiskinan dan pengangguran yang dilakukan oleh pemerintah (misalnya: PNPM, Jamkesmas) maupun perusahaan (misalnya CSR) perlu disempurnakan. Kelima, perlu aturan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, seperti perbaikan infrastruktur, birokrasi, dan mencegah ekonomi biaya tinggi, sehingga hasil produksi sektor riil bisa bersaing dengan hasil produk negara lain.
Kembali Ke Khitah Sistem Hukum Nasional
Oleh: Dr H Mustaghfirin, SH, MHm
(Dekan Fakultas Hukum Unissula)
Hukum nasional di Indonesia selama ini terbentuk atau dipengaruhi oleh tiga pilar, yaitu sistem hukum Barat, hukum adat, dan hukum Islam, yang masing-masing menjadi subsistem dalam sistem hukum Indonesia.
Sistem Hukum Barat merupakan warisan kolonial Belanda yang selama 350 tahun menjajah Indonesia. Penjajahan tersebut sangat berpengaruh pada sistem hukum nasional kita. Sementara Sistem Hukum Adat bersendikan dasar-dasar alam pikiran bangsa Indonesia, dan untuk memahaminya orang harus menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup di masyarakat Indonesia.
Sistem Hukum Islam, yang bersumber dari AIquran dan yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad dengan hadis/sunahnya serta dikonkretkan oleh para mujtahid dengan ijtihadnya. (Muchsin, Ikhtisar Sejarah Hukum, 2004).
Gejala sosial hukum itu direkayasa oleh politik hukum kolonial Belanda yang hingga kini masih belum bisa diatasi (Bustanul Arifin, Transformasi Syariah ke dalam Hukum Nasional, Bertenun dengan Benang-benang Kusut, 1999), dan menimbulkan berbagai problematika hukum di Indonesia, dan pelanggaran terhadap hukum dapat disaksikan setiap hari, baik yang kecil maupun kasus hukum yang besar.
Jadi sebenarnya sampai sekarang ini kita belum memiliki sistem hukum nasional yang mapan. Yang ada adalah hukum-hukum di Indonesia, pembentukan sistem hukum nasional yang merupakan integrasi dari tiga sistem hukum. Penggabungan tiga nilai sistem hukum yang memiliki landasan filosofis berbeda tentu membawa masalah. Jadi butuh solusi berupa sistem hukum nasional yang merupakan cerminan nilai-nilai mayoritas bangsa Indonesia.
Pengertian Bangsa
Puchta (1798-1846) murid Von Savigny membedakan pengertian bangsa dalam dua jenis, yaitu (1) Bangsa dalam pengertian etnis, yang disebut bangsa “alam”, dan (2) bangsa dalam arti nasional sebagai kesatuan organis yang membentuk satu negara. Adapun yang memiliki hukum yang sah hanyalah bangsa dalam pengertian nasional (negara), sedangkan “bangsa alam” memiliki hukum sebagai keyakinan belaka.
Keyakinan hukum yang hidup dalam jiwa bangsa harus disahkan melalui kehendak umum masyarakat yang terorganisasi dalam negara. Negara mengesahkan hukum itu dengan membentuk undang-undang.(Darji Darmodiharjo dan Sidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, 1999).
Ibi sosietas, ibi ius. Di mana ada masyarakat, di situ ada hukum. Adagium dari Cicero yang dikemukakan kurang lebih 2005 tahun lalu itu dapat menggambarkan keterkaitan hukum dengan masyarakatnya.(Satjipto Rahardjo dalam Pengantar buku Philippe Nonet dan Philip Selznick, Hukum Responsif Pilihan di Masa Transisi, terjemahan Rafael Edy Basco, Editor, Bivitri Susanti, 2003). Adagium ini secara sederhana namun mendasar telah mampu menggambarkan hubungan antara hukum dengan masyarakat. Secara hipotesis, adagium tersebut menggambarkan adanya usaha masyarakat untuk mengatur kehidupannya sendiri. (Ziauddin Sardar, The Future of Muslim Civilisation, 979, diterjemah oleh Rahmani Astuti, Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, 1991).
Usaha masyarakat untuk mengatur kehidupannya sendiri didasarkan atas nilai-nilai yang mereka yakini, maka sesungguhnya nilai-nilai itu sama dengan konsep dan cita-cita yang menggerakkan perilaku individual dan kolektif manusia dalam kehidupan mereka. Nilai-nilai Islam menyatu dengan sifat mayoritas individu-individu bangsa Indonesia, dan mengakibatkan evolusi spiritual dan moralnya serta sosialnya. (Ziauddin Sardar, 1979).
Tesis pokok dalam Islam adalah konsep tauhid Keesaan Tuhan. Kepercayaan akan keesaan Sang Pencipta merupakan prasyarat penegasan iman seorang muslim, dengan dua kalimah syahadat. Allah itu yang memiliki semua pengetahuan, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Pemurah, Yang Maha Pengasih, dan lain-lain-Nya sebagaimana diketahui pada “Asmaul Husna”. Dan dari sifat-sifat Allah inilah sistem nilai Islam berasal (Ziauddin Sardar, 1979).
Dengan kata lain, nilai-nilai Islam bersumber dari sifat-sifat Allah, yang kemudian diimplementasikan dan dipraktikkan oleh Rasulullah beserta umatnya, termasuk mayoritas individu-individu bangsa Indonesia.
Perilaku Nabi beserta umatnya berdasarkan syariah Islam. Terdapat harmonisasi nilai-nilai Pancasila yang merupakan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia terhadap nilai-nilai Islam, karena diyakini dan diamalkan oleh mayoritas bangsa ini.
Maka untuk mengatasi berbagai problematika hukum di Indonesia harus ada gerakan kembali ke khitah sistem hukum nasional (kembali pada basis hukum yaitu nilai-nilai bangsa Indonesia, Pancasila) atau rekontruksi sistem hukum nasional yang berbasis pada nilai-nilai bangsa Indonesia, baik pada substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukumnya.