Menu 

Demokrasi Indonesia Masih Rapuh

Thursday, November 6th, 2014 | Dilihat : 537 kali

 IMG_2261

Pusat Studi Pencegahan Penyelewengan Kewenangan Negara (PS-P2KN)  mengadakan Dialog Kebangsaan bertajuk “Fenomena Koalisi di Parlemen” (5/11). Hadir sebagai pembicara Dr Jawade Hafidz (Direktur PS-P2KN FH  Unissula), Dr Suwaib Amiruddin MSi. (Pakar Sosiologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten), Drs Susilo Utomo MSi. (Pakar Kebijakan Publik Universitas Diponegoro), dan Bona Ventura Sulistiana, SH MH (Anggota DPRD Jawa Tengah).

Menurut Direktur PS-P2KN Dr Jawade Hafidz juga sekaligus Dekan Fakultas Hukum mengibaratkan perkembangan demokrasi Indonesia ibarat berlari di atas landasan yang goyah. Kehidupan masyarakat setiap detiknya terus menerus mengalami perubahan di atas kerapuhan basis moral, kerapuhan cara berpikir sehingga tidak heran jika terjadi kerapuhan di segala bidang ketatanegaraan di negeri yang kita cintai negara Kesatuan Republik Indonesia.

Misi besar reformasi untuk menghadirkan pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme masih jauh dari harapan. Cita-cita untuk mewujudkan Indonesia bebas dari segala bentuk penyelewengan saat ini baru disadari bahwa tidak cukup hanya dengan menciptakan produk hukum atau undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dialog merupakan momentum tepat untuk melakukan pembaharuan dimana dan bagaimana? dapat memutuskan mata rantai agar penyelewengan kewenangan negara dapat diminimalisir atau dapat dihentikan.

Dr Jawade Hafidz menambahkan komitmen Pemerintah Indonesia untuk melakukan Pemberantasan Penyelewengan Kewenangan Negara dalam hal ini korupsi selama ini diberikan sepenuhnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan dan Kepolisian. Dalam menjalankan tugasnya institusi penegak hukum tersebut mendapatkan berbagai pujian dan bahkan kritikan/hujatan dari berbagai elemen masyarakat. Prestasi dan reputasi dalam penegakkan hukum oleh lembaga penegak hukum tidak dapat dinilai keberhasilannya dari jumlah frekuensi kasus yang diselesaikan tetapi bagaimana bisa mencegah dan menutup celah/pintu masuk daripada motif-motif penyelewengan kewenangan Negara.

Kondisi demikian itu terjadi karena keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan dan Kepolisian hanya lebih banyak melakukan penangkapan dan penindakan (represif) bagi oknum-oknum yang melakukan penyelewengan kewenangan negara, dalam hal ini korupsi dan tanpa memperhatikan terlebih dahulu prinsip-prinsip pencegahan, sehingga penindakan tidak berbanding lurus dengan penurunan tingkat kasus korupsi yang terjadi.

Penyelewengan terhadap kewenangan negara, sebenarnya perlu dilakukan pengurangan dari segi kuantitas dengan mendeteksi modus operandinnya yang diikuti dengan logika pencegahan, siasat dan strategi demikian membutuhkan komitmen dan konsistensi pemerintah. Pentingnya pencegahan, agar sebelum menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara negara dimaksudkan tetap memegang dan pada jalur koridor serta prinsip-prinsip sesuai dengan posisi dan kewenangannya.

Fenomena yang berkembang saat ini, ketika penyelenggara negara menjalankan tugasnya kecenderungan tidak egaliter/lugas sebab dalam mengambil keputusan yang strategis terkait implementasi anggaran, rentan dengan penyalagunaan kewenangan Negara. Kondisi demikian pada dasarnnya tidak selalu efektif ditangkal dengan praktik penegakkan hukum represif yang kadangkala tidak menjangkau modus dan akar secara komprehensif daripada penyelewengan kewenangan Negara. Implikasinnya bahwa, roda birokrasi tidak dapat berjalan dengan baik (rigid) sebagai pelayan publik sehingga secara tidak langsung hak-hak warga Negara diamputasi.

Pusat Studi Pencegahan Penyelewengan Kewenangan Negara (PS-P2KN) Fakultas  Hukum Unissula memiliki komitmen untuk mengajak semua pihak, elemen masyarakat baik secara pribadi, organisasi masyarakat, akademisi, kalangan profesional untuk mendukung langkah pembentukan Komisi Nasional Pencegahan Penyelewengan Kewenangan Negara, untuk itu semua peserta Dialog di minta menandatangi surat pernyataan dukungan pembentukan Komisi Nasional Pencegahan Penyelewengan Kewenangan Negara.

Sementara itu Drs Susilo Utomo MSi (Pakar Kebijakan Publik Universitas Diponegoro) yang kali ini hadir sebagai pembicara acara tersebut mengatakan, untuk menciptakan pemerintahan yang bersih perlu di tekankan pada aspek menjadikan pendidikan agama sebagai sarana pembentukan kesalehan sosial, bukan sebagai sarana pembentukan politik identitas, seperti di Unissula mempunyai Plat Form BudAi (Budaya Akademik Islami), ke depan insya-Allah kader-kader tersebut yang akan menjadi pemimpin yang amanah dan jujur.

Related News