Unissula mengukuhkan Syarief Husein sebagai guru besar atau profesor kehormatan di bidang ilmu hukum Islam, pada Senin (23/12/2024). Prof Syarief Husein tercatat sebagai guru besar ke 74 Unissula.
Pengukuhan Profesor Kehormatan Prof Dr Syarief Husein SH MH MKn, dipimpin langsung oleh Rektor Unissula Prof Dr Gunarto SH MH. Rektor mengatakan, mendapatkan pakar di hukum Islam tidak mudah. Kepakarannya di bidang hukum Islam sangat penting untuk mengintegrasikan ilmu di bidang hukum dan ilmu Islam. ”Kami berharap Prof Syarief Husein akan memperkokoh Unissula sebagai universitas Islam,” jelasnya.
Lebih lanjut Rektor Unissula mengatakan, Syarief Husein layak mendapatkan gelar profesor atau guru besar kehormatan. Pasalnya, memiliki gagasan baru untuk kemajuan hukum Islam khususnya di Tanah Air. ”Diantaranya, terkait gagasan rekonstruksi hak waris anak dengan status di luar nikah orang tua si anak. Pemikiran ini menjadi pemikiran baru di bidang hukum,” jelasnya.
Sementara itu, Prof Syarief Husein dalam kesempatan ini membacakan pidato ilmiahnya berjudul ”Ketidakpastian Hukum terhadap Kedudukan Anak Luar Kawin dalam Perspektif Hifdzu al-Nasl.”
Penelitian ini menekankan pentingnya pendekatan integratif antara hukum positif dan syariat Islam untuk mengatasi ketidakpastian hukum anak luar kawin, sekaligus memperluas makna hifdzu al-nasl dengan memasukkan aspek pengakuan hak-hak anak tanpa terikat hubungan nasab langsung.
Kehadiran seorang anak diluar perkawinan, akan menimbulkan banyak pertentangan pertentangan diantara keluarga, maupun didalam masyarakat mengenai kedudukan hak dan kewajiban anak tersebut.
Disamping itu, secara hukum juga merupakan permasalahan tersendiri. Kelahiran seorang anak luar kawin tidak hanya diakibatkan oleh suatu hubungan di luar nikah, dalam keadaan tertentu juga dapat melahirkan seorang anak luar kawin, seperti pelaksanaan perkawinan yang dilakukan hanya secara adat dan tidak dicatatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut ketentuan pasal ٓٛ KUHPerdata, sebelum berlakunya Undang- Undang Perkawinan, disebutkan bahwa perkawinan harus dilakukan dihadapan Pejabat Kantor Catatan Sipil. Dalam pasal ٔٛ KUHPerdata disebutkan, bahwa perkawinan secara agama harus dilakukan setelah perkawinan dihadapan Kantor Catatan Sipil.
Regulasi yang ada saat ini seperti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan dan hak anak di luar nikah. Dalam banyak kasus, anak-anak ini tidak mendapatkan pengakuan yang layak sebagai subjek hukum, yang berdampak pada hak-hak mereka, seperti hak waris, hak pendidikan, dan hak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Hal ini menciptakan ketidakadilan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila, terutama sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam Konsep hifdzu al-nasl dalam maqasid as-syariah menekankan perlindungan keturunan untuk menjaga keutuhan garis nasab, hak-hak anak, dan kesejahteraan keluarga. Dalam konteks anak luar kawin, ketidakpastian hukum muncul akibat perbedaan antara hukum agama, adat, dan hukum positif di Indonesia.