Menu 

Kuliahkan Anak di Unissula

Monday, April 25th, 2011 | Dilihat : 451 kali

 

Fenomena perantau asal Indonesia di Malaysia atau biasa yang disebut TKI maupun TKW adalah hal jamak.Bahkan jumlahnya diperkirakan terus meningkat setiap tahun di negeri Jiran tersebut.

Tapi bagaimana dengan “perantau”asal Malaysia di Indonesia? Perawakannya kurus.Peci putih dan kacamata hitam,serta sebuah payung warna merah di becaknya menjadi ‘teman’ keseharian pria yang berprofesi sebagai tukang becak di Penang,Malaysia ini. Bersama rekannya sesama tukang becak lain,pria yang mengenalkan dirinya sebagai Abdul Syukur ini biasa mangkal di kawasan pecinan dan perkampungan warga keturunan India di Penang. Penang atau Pulau Pinang sendiri merupakan sebuah Negara Bagian Malaysia yang terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia. “Anda dari Indonesia?,” tanya Abdul Syukur ramah saat membuka obrolan setelah mendengar percakapan SINDO yang menyewa becaknya dalam perjalanan. 

Sejurus kemudian obrolan hangat dengan Syukur di Penang,pada 11 April lalu. Syukur mengaku, dirinya sering mengantar wisatawan warga Indonesia yang mengunjungi kawasan-kawasan heritage (bersejarah) di Penang. Menurutnya banyak warga Indonesia, terutama dari Medan yang menyambangi Penang. Syukur terlihat sumringah ketika bertemu dengan warga Indonesia. Maklum, pria berusia sekitar 70-an tersebut mengaku pernah “merantau” ke Indonesia,tepatnya di Kota Semarang. Bahkan, di Kota Atlas tersebut, Syukur bertemu dengan jodohnya. 

“Istri saya asal Indonesia,tapi sekarang sudah meninggal,” tutur Syukur bahasa Melayu yang cukup kental. Bapak satu anak ini menuturkan, dirinya kali pertama menginjakkan kaki di Semarang pada tahun 80-an. Meski mengaku hanya iseng dan ingin berjalan-jalan di Indonesia, namun Syukur mengaku sempat bekerja sebagai pengajar Bahasa Inggris di salah satu lembaga pendidikan di Semarang.“ Anak saya saat ini masih tinggal di Gunungpati bersama neneknya,”tambah bapak satu putri ini menyebut salah satu wilayah di Semarang bagian atas dengan fasih. Kendati hanya berprofesi sebagai tukang becak di Penang, namun Syukur bisa menyekolahkan anaknya di bangku kuliah. 

Anak perempuannya yang kini berusia 19 tersebut bahkan saat ini menempuh studi di salah satu universitas swasta di Universitas Islam Sultan Agung Semarang (Unissula) .Untuk membiayai kuliah sang anak,Syukur mengaku setiap sebulan atau dua bulan sekali mengirim wesel. Besarnya wesel pun bervariasi antara 400-500 ringgit (1 ringgit sekitar Rp3.000).“Tapi itu pun kadang masih kurang kata anak saya,”ujarnya sambil tertawa. Pria yang mengaku sangat membenci banjir di Semarang ini mengaku setiap tiga bulan sekali “pulang” ke Indonesia untuk mengunjungi anaknya. Sebuah kebiasaan yang tak lazim untuk ukuran tukang becak.Namun hal itu terpaksa dilakukannya karena sang anak enggan untuk menjenguk dirinya di Malaysia. 

Apalagi, tiket pesawat Malaysia-Semarang dinilainya cukup murah untuk ukuran dirinya. Lalu kenapa dirinya tidak tinggal di Indonesia seperti anaknya? “Semua yang ada di Indonesia saya suka, tapi disana sangat sulit mencari uang,” ujarnya sambil menggerakkan ujungujung jarinya.Dalam sehari dirinya bisa mengantongi sekitar 80-100 ringgit dari penghasilannya mengayuh becak. 

Demi melepas kerinduan terhadap sang anak, Syukur mengaku rela tiga bulan sekali bolak-balik Malaysia-Semarang. Terlebih anak perempuannya tidak mau mengunjunginya di Malaysia. Sang anak beralasan, jika sering ke Malaysia, dirinya takut dijadikan warga negara Malaysia oleh bapaknya. (*) 

WAHYONO SUKOHARYO
Penang-Malaysia

 

Sumber : Seputar Indonesia, http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/394825/

Related News