Aksi kejahatan sekelompok orang yang mengakibatkan meninggalnya empat tahanan di lapas Cebongan Sleman beberapa waktu lalu merupakan bentuk teror terhadap hukum, teror terhadap negara hal itu sangat menyedihkan karena dengan begitu mudahnya masyarakat mengabaikan hukum dan berusaha menegakkan hukum dengan cara mereka sendiri demikian ungkap Fadli Zon saat menjadi pembicara seminar nasional hukum VS politik yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Unissula (27/3).
Fenomena hukum rimba yang masih menyelimuti negeri ini dikarenakan praktik penegakan hukum masih menjadi subordinasi politik. Pada negara yang memiliki kerangka hukum yang kuat, hal seperti di atas dapat diselesaikan dalam waktu cepat. Dapat ditangkap siapa pelakunya dan apa motifnya. Namun, proses hukum yang dijalankan di negeri ini relatif sangat lama dan berakibat pada apatisme publik. Masyarakat menjadi skeptik dan bahkan tidak percaya pada hukum yang ditegakkan negara. Hal inilah yang kemudian berkembang menjadi sebuah siklus hukum rimba. Sehingga, dari sini kita bisa melihat bahwa, demokrasi yang ada di negara ini hakikatnya belumlah nampak.
Masih menurut Fadli Zon penegakan hukum harus dilaksanakan dalam semua kasus dan tidak boleh tebang pilih karena diintimidasi oleh kekuatan partai politik, eksekutif maupun kekuatan kekuatan lainnya. Sehingga penegakan hukum banyak menjadi alat kepentingan maka tak mengherankan jika kriminalisasi hukum dan politik menjadi sebuah hal yang sangat mungkin di negeri ini.
Ia menggaris bawahi pentingnya tiga hal antara lain transparasi. Institusi hukum dan politik harus mengedepankan transparasi dalam berbagai aktifitasnya. Selanjutnya adanya keteladanan dari para pemegang kekuasaan baik di politik, legislatif dan eksekutif serta yang tak kalah pentingnya adalah tanggung jawab.
Senada dengan hal itu dekan Fakultas Hukum Unissula Jawade Hafidz mengungkapkan “Penegakan hukum belum murni menjadi otonomi lembaga penegak hukum namun masih ditekan oleh kekuatan tertentu misalnya saja dalam kasus Rasyid Rajasa dan Apriyani yang sama sama melakukan pelanggaran dalam mengemudi sehingga menyebabkan meningalnya orang lain tetapi mendapat vonis hukum yang sangat berbeda yang satu hukuman percobaan yang satunya lagi dipenjara padahal sama sama melanggar pasal 338 KUHP yang ancaman hukumannya di atas empat tahun”.
Sementara itu anggota DPD RI Bambang Soeroso yang juga menjadi pembicara pada kesempatan tersebut memberikan solusi pentingnya bangsa ini kembali kepada jatidiri bangsa yakni saling menghormati, beretika, dan mengedepankan kepentingan umum dengan kegotong royongan.
Gambar: Fadli Zon memberikan ceramah di hadapan ratusan mahasiswa Fakultas Hukum Unissula pada seminar Hukum VS Politik di Unissula