Tim dosen Unissula kembali dipercaya Bank Indonesia dalam melakukan kerjasama riset dengan lembaga pendidikan tinggi. Kali ini tema penelitiannya tentang pengembangan perbankan syariah di Jawa Tengah melalui pendekatan social capital. Tim yang menggagas dan menjalankan penelitian tersebut terdiri dari 4 orang, yaitu Dr Mutamimah SE MSi (Ketua), Tri Wikaningrum SE MSi, Dr Heru Sulistyo SE MSi, dan Dr Imam Munadjat sebagai anggotanya. Hasil riset tersebut diseminarkan dalam “Seminar Hasil Penelitian dan Outlook Perbankan Syariah 2013” bersama dua narasumber lainnya yakni Adi Warman A. Karim (Direktur Karim Business Consulting) dan Muhamad Irfan Sukarna (Asisten Direktur Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia). Seminar diadakan oleh Kantor Perwakilan BI Wilayah V (Jateng dan Yogyakarta) di Hotel Gumaya Semarang, yang dibuka oleh Kepala Kantor Perwakilan BI Wilayah V Joni Swastanto dan dihadiri oleh para pimpinan dan komisaris di industri perbankan syariah di Jawa Tengah.
Pada kesempatan tersebut, Muhamad Irfan Sukarna mengatakan bahwa perbankan syariah tahun 2013 diperkirakan akan tumbuh signifikan, asetnya mencapai 58% atau Rp 296 triliun. Sementara pembiayaan tumbuh 50% menjadi Rp 222 triliun dan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 29% atau mencapai Rp 186 triliun.
Adi Warman A Karim menambahkan bahwa sumber daya insyani sangat berperan dan sekaligus sebagai ujung tombak dalam mencapai pertumbuhan perbankan syariah tersebut, baik secara kualitas maupun kuantitas. Sedangkan kualitas sumber daya insani sebagai ujung tombak pengembangan bank syariah tidak sekedar mempunyai kompetensi dalam fiqih muamalah maupun perbankan syariah, namun juga harus mempunyai “kompetensi social capital”, demikian ditegaskan Mutamimah.
Social capital merupakan kompetensi yang memungkinkan sumber daya insani mampu melakukan jejaring dan relationship, saling berbagi informasi, saling percaya, serta saling membantu dalam menyelesaikan masalah baik dengan anggota internal organisasi (internal social capital) maupun dengan stakeholders eksternal (external social capital). Sebagai aset strategis, perannya mampu memberikan kontribusi terhadap reputasi perbankan syariah, meningkatkan “trust” masyarakat, menurunkan jumlah pembiayaan bermasalah, meningkatkan dana pihak ketiga, meningkatnya penggunaan variasi produk perbankan syariah, sehingga diharapkan dapat mengakselerasi pertumbuhan perbankan syariah.
Melalui 542 sampel terpilih yang terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), BPRS dan stakeholders (tokoh agama, pesantren, nasabah individu, nasabah institusi dan akademisi) di Jawa Tengah, dapat disimpulkan bahwa profil social capital bank syariah di Jawa Tengah belum seperti yang diharapkan. Masih terjadi “gap”, di mana supply side lebih besar dibanding demand side. Artinya bahwa pelayanan, sosialisasi dan edukasi yang diberikan perbankan syariah selama ini belum sepenuhnya dirasakan dan dipahami oleh stakeholders.
Dampaknya adalah stakeholders belum sepenuhnya percaya terhadap operasional, akad, serta prinsip syariah. Sebenarnya SDI bank syariah di Jawa Tengah sudah memiliki kompetensi internal maupun external social capital, baik dalam dimensi cognitive, relational maupun structural. Namun lebih fokus pada kompetensi internal dibandingkan external social capitalnya. Selain itu, bank syariah belum memandang bahwa social capital merupakan salah satu “key success factor” dalam pengembangan bank syariah, tetapi lebih mengandalkan pada pricing, keunggulan produk dan teknologi. Hal ini tidak terlepas dari karakter masyarakat yang bersifat rasional, yaitu mengutamakan pricing, produk, maupun teknologi dalam memilih produk perbankan.
Hal yang menarik adalah bank syariah lebih menekankan pada pencapaian target kinerja finansial dibandingkan mengedukasi dan mengubah mindset masyarakat mengenai kemanfaatan perekonomian bebas riba melalui bank syariah. Padahal jelas, mindset masyarakat yang seperti itulah yang akan mendorong akselerasi pengembangan perbankan syariah. Temuan menarik lainnya adalah BPRS relatif lebih bagus social capitalnya dibandingkan UUS maupun BUS. Hal tersebut didorong oleh kesadaran BPRS akan keterbatasan sumber daya namun ada kekuatan kedekatan personal dengan masyarakat.
Lebih lanjut, tim peneliti menegaskan bahwa perbankan syariah sebaiknya melakukan sosialisasi intensif dan terstruktur dengan berbagai pihak terkait dengan berbagai metode pendekatan yang tepat. Pihak manajemen bank syariah musti menjalankan praktik pengelolaan SDI yang efektif meningkatkan kompetensi internal maupun external social capital, mempertimbangkan kompetensi social capital dalam rekrutmen dan penilaian kinerja karyawan. Hal ini sangat beralasan karena social capital merupakan distinctive competence agar bank syariah tetap unggul dan survive dalam persaingan, demikian Mutamimah menegaskan.