Menu 

Rektor Unissula, satu-satunya pembicara Indonesia dalam AMS 2012 di Bangkok.

Thursday, May 31st, 2012 | Dilihat : 330 kali

Generasi  sekarang adalah generasi new media yang serba canggih dan cepat, yang totally berbeda dengan generasi analog yang cenderung lambat dan konfensional.  New media (internet) membuat batasan yang selama ini menghalangi media untuk mempublikasikan berita yang mereka inginkan menjadi hilang, baik dari segi content maupun daya jangkaunya kepada public. No border in the new media age.

Kondisi ini akhirnyapun mempengaruhi industry penyiaran di media konvensional seperti TV, radio dan media massa cetak lainnya, karena tuntutan zaman maka merekapun masuk kedalam  bagian dari new media. Karena siaran dan pemberitaan yang mereka lakukanpun sekarang bisa ditangkap dan dibaca melalui internet. Konten yang mereka siarkan dan beritakan kemudian akan direspon sedemikian rupa oleh public, hingga kemudian public secara bebas dapat melakukan re-broadcast dan re-publish kepada siapapun yang mereka inginkan.

Publik sendiri hidup dalam sebuah kemajemukan seperti latar belakang pendidikan, usia, pekerjaan, ras, agama, suku, jenis kelamin, dan lain-lainnya yang berbeda. Kemajemukan tersebut menggiring mereka kepada interpretasi yang berbeda dalam setiap mengkonsumsi apa yang disajikan oleh media. Media dan publik juga dihadapkan pada persoalan etis. Etis menurut media belum tentu etis menurut publik, begitu juga sebaliknya. Berbagai benturan inilah yang mengilhami lahirnya media literacy.

Permasalahan etika inilah yang menjadi topic utama dalam Asia Media Summit (AMS) yang diselenggarakan oleh Asia Pacific Institute for Broadcasting Development (AIBD) sejak tanggal 29-30 di Bangkok-Thailand. Selama dua hari tersebut, para leader, manager, direktur dari berbagai lembaga penyiaran se Asia Pasifik, Afrika, Eropa , Amerika dan Midle East membicarakan tentang masalah bagaimana menciptakan impact pada media di era sekarang ini. Sehingga media dengan kapasitas dan kekuatan yang dimilikinya dapat membantu membangun sebuah msyarakat yang  produktif, dan bermanfaat untuk semua orang. Topik-topik yang dibahas diantaranya adalah: Media, Development and Conflict: Can media make difference?, Building a Media Literate Public, Public Broadcasting: A New Approach, A new branding, Harnessing Social media and content delivery, Towards a stronger public trust in media. Topik tersebut dibahas secara detail dan mendalam oleh berbagai ahli, akademisi, pakar, dan professional broadcaster.

Sebanyak lebih dari 15 orang delegasi dari Indonesia ikut hadir dalam acara ini, meraka adalah perwakilan Kominfo, TVRI, RRI dan UNISSULA. Dan Dan satu-satunya pembicara dari Indonesia adalah Rektor Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA), Prof, Dr. Laode M. Kamaluddin. Laode disini membicarakan dengan gamblang bagaimana media sudah melakukan sebuah perubahan yang sangat besar dalam melakukan berbagai pemberitaan dan reportasenya, dan kemudian masalah etika menjadi permasalahan. Etik menurut media, belum tentu etik menurut public, begitu juga sebaliknya. Disinilah kemudian diperlukan apa yang namanya media literacy.

Kasus pesawat Sukhoi Super Jet 100 yang belum lama ini menjadi topic pemberitaan di Indonesia selama lebih dari 2 minggu, dan topic mengenai kontroversi konser Lady Gaga yang sedang hangat di media menjadi contoh kasus yang diangkat dalam presentasinya. Kedua kasus ini secara terus menerus muncul hampir tanpa henti di berbagai media, suka tidak suka mau tidak mau, public dipaksa untuk menghadapi serbuan pemberitaan mengenai topic ini. Media massa TV, radio dan media cetak tanpa henti membahasnya, begitupun di social media dan juga media pemberitaan online. Padahal belum tentu public menyukai topic ini, sebab bisa jadi mereka sudah bosan dan jenuh, tapi apa boleh buat, berita itulah yang harus mereka saksikan, dengarkan dan baca.

Laode dianggap kompeten untuk mewakili dunia akademisi, karena selain sebagai rector dari satu-satunya universitas yang menjadi anggota Asia Pasifik Institute for Broadcasting Development (AIBD) penyelenggara acara AMS, Laode juga dianggap memahami betul tentang industry penyiaran di era sekarang ini. Oleh karena itu, Unissula dibawah kepemimpinannya kini memiliki roadmap tentang bagaimana universitas ini akan dijadikan sebagai universitas yang menggunakan teknologi Terrestrial Digital Multimedia Broadcasting (TDMB) dalam system pembelajaran dan pengajarannya. Dan karena teknologi itu pulalah, Unissula menjadi campus bradcaster.

Topik lain yang cukup ramai dibicarakan adalah Harnessing Social media and content delivery. Dalam topic ini AIBD cukup jeli dalam memilih narasumber karena mereka berasal dari berbagai latar belakang Negara yang berbeda dengan permasalahan yang berbeda pula, sehingga materi yang disampaikan menjadi sangat menarik. Diantara pembicara tersebut tampak Regional Director untuk Google. Inc, Deputy Director of Contents Business KBS (Korean Broadcasting System), Director of Internasional Distribution, Rural Media Group (Amerika), Director General Pakistan Broadcasting Corporation, dan Director of Development & Integration, Storyful (Inggris).

Asia Media Summit (AMS) berikutnya (2013) akan diselenggarakan di Manado, Indonesia. Sehingga pada saat penutupan acara tampak hadir Freddy Tulung, Dirjen Komunikasi dan Informasi Publik, Kominfo. Secara pribadi dan atas nama pemerintah Indonesia, Freddy Tulung mengundang segenap peserta AMS 2012 ini untuk hadir di Manado tahun depan. Menurut Freedy, AMS merupakan agenda tahunan yang dianggap penting, karena disitu berkumpul para penentu kebijakan dari berbagai lembaga penyiaran dari berbagai Negara sehingga diharapkan akan memberikan dampak pada industry penyiaran dunia. Kehadiran mereka di AMS 2013 Manado, juga diharapkan dapat membantu memperkenalkan Indonesia secara lebih dekat kepada mereka. Sebab, Indonesia bukan hanya Bali, tapi banyak tempat lain yang menarik untuk dikunjungi, salah satunya Manado, The Island of the Smile.

Related News