Menu 

Dosen Ekonomi Raih Doktor di Australia

Tuesday, May 1st, 2012 | Dilihat : 419 kali

 

 

Dosen Fakultas Ekonomi Unissula Olivia Fachrunnisa baru baru ini berhasil menyelesaikan program PhD (Doktor) di Curtin University Perth Australia. Dalam disertasinya yang berjudul  A Methodology for Maintaining Trust in Virtual Environments’ Olivia berhasil menyusun sebuah methodology yang dapat digunakan untuk mempertahankan trust yang sudah dengan susah payah di peroleh atau di bangun sehingga hubungan bisnis di lingkungan virtual  akan ‘sustain’.  Dengan metodologi ini pula, sebuah komunitas bisnis virtual dapat mempertahankan keberadaannya karena keanggotaan dan hubungan partnership yang ada di dalamnya di dasarkan oleh kestabilan tingkat kepercayaan.

Hasil penelitian disertasinya mendapat penilaian yang sangat baik dari para international examiner ketika proses ujian. Respon positif juga selalu  didapatkan ketika mempresentasikan hasil kegiatan penelitiannya di beberapa konferensi internasional seperti IIWAS 2009 Kuala Lumpur Malaysia, CISIS 2010 Krakow, Polandia, IIWAS 2010 Paris Perancis,  IEEE DEST 2011 Daejeon Korea Selatan dan empat jurnal ilmiah internasional. Salah satu artikel ilmiahnya mendapat penghargaan best paper award pada IIWAS 2009 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Menurutnya pelaku bisnis sekarang ini tidak bisa menghindari keberadaan The Internet Economy atau ekonomi internet. Pelaku bisnis harus mengakui dan memahami adanya peluang global yang tersedia dan resiko resiko yang akan dihadapi jika tidak berpartisipasi di dalamnya.

Ekonomi internet adalah sebuah bisnis dimana infrastruktur pasar berjalan atas dasar fasilitasi internet dan world-wide web. Dengan internet, setiap pelaku bisnis dapat menawarkan produk dan jasanya tidak hanya di pasar lokal tapi juga pada konsumen konsumen potensial di seluruh dunia. Internet economy berbeda dengan ekonomi tradisional dalam beberapa hal termasuk, komunikasi, segmentasi pasar, biaya distribusi, employee dan customer relationship management, dll.

Salah satu modal sosial yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis di era internet economy adalah ‘trust’ atau kepercayaan.  Hal ini dikarenakan proses komunikasi, relasi dan akuisisi informasi tidak lagi mengandalkan pertemuan fisik atau tatap muka melainkan secara virtual. Sehingga, proses negosiasi, hubungan dan berbagai kesepakatan bisnis lebih banyak di dasarkan pada tingkat kepercayaan kita terhadap stakeholders maupun shareholders.

Sebetulnya sudah banyak penelitian yang membahas tentang trust dalam virtual bisnis dan ekonomi internet. Akan tetapi, sebagian besar penelitian yang sudah ada berfokus pada bagaimana memperoleh, mendapatkan atau membangun  tingkat ‘kepercayaan’ (building trust). Belum ada atau jarang yang memikirkan langkah selanjutnya ketika ‘trust’ itu sudah establish, lalu bagaimana memeliharanya (trust maintenance) sehingga bisnis kita bisa sustain di era internet economy tersebut.

Alumni FE Unissula tahun 1997 tersebut berhasil menyelesaikan program doktornya selama 3,5 tahun.  Ia memetik banyak pengalaman berharga selama menimba ilmu di negeri Kangguru tersebut. “Pengalaman berharga yang saya rasakan adalah pentingnya menjaga kedisiplinan dan semangat berkolaborasi”. Ujarnya.

 

Budaya disiplin memang sudah menjadi warna tersendiri di sistem pendidikan Negara Negara maju seperti Australia. Entah mengapa kita tiba tiba dituntut untuk mendisiplinkan diri kita ketika menjadi bagian dari sistem tersebut. Sebetulnya bukan karena takut akan adanya punishment atau mengharapkan reward jika kita disiplin, tetapi lebih sebagai sebuah tuntutan jika kita ingin maju. Disiplin dan kecerdasan adalah dua hal yang berbeda. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang terus bertransformasi dalam hitungan hari atau bahkan menit, akan menuntut kita untuk berpikir cerdas supaya dapat mengikuti perkembangan tersebut.  Dengan kedisiplinan yang tinggi, maka kecerdasan untuk memahami kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan terasah. Tanpa kedisiplinan, maka kita akan termasuk dalam golongan yang tidak sempat menikmati manfaat transformasi pengetahuan dan teknologi  yang terjadi dengan cepatnya.

Dalam pergaulan akademik dengan para pembimbing dan kolega saya yang berasal dari berbagai penjuru dunia, Olivia kagum dengan semangat mereka untuk menyeimbangkan kerja sama dan persaingan. Kerja sama tanpa di warnai persaingan tidak akan membuat individu berlomba lomba memberikan hasil terbaik, sedangkan persaingan saja tanpa ada semangat kolaborasi akan menumbuhkan usaha usaha untuk mematikan langkah individu atau entitas akademisi lain. Oleh karena itu, untuk membangun sebuah komunitas yang sehat, diperlukan kolaborasi dan sinergi yang unik.

Tiap tiap entitas atau individu memiliki keunikan atau keunggulan kompetensi yang berbeda beda. Adalah menjadi tugas kita untuk membentuk sebuah sinergi berdasarkan kolaborasi yang menggabungkan kompetensi kompetensi inti tersebut. Hasil sinergi kolaborasi inilah yang akan dengan mudah membantu kita  memecahkan sebuah tuntutan atau masalah. Hal penting yang Olivia rasakan disana, sekecil apapun kontribusi dan sesederhana apapun kompetensi kita, orang lain akan menghargai.  Sehingga, ada rasa keikhlasan yang tinggi ketika harus berbagi atau berkolaborasi secara ilmiah.

Pasca mendapat gelar doktor dan kembali ke almamater ia berharap dapat memberikan kontribusi pada kemajuan pendidikan di FE Unissula dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.  Sebagai bagian dari ‘pejuang akademik’, kita harus memiliki sebuah kesadaran bahwa masa depan masyarakat, sebagian di antaranya adalah tanggung jawab kita. Olivia  ingin meningkatkan semangat kedisiplinan dan kolaborasi khususnya pada para mahasiswa di FE dan Unissula pada umumnya. Karena merekalah para pemilik masa depan bangsa ini.

Tak lupa ia berbagi tips untuk mendapatkan beasiswa “Hal utama yang harus disiapkan jika ingin mendapatkan beasiswa ke luar negeri adalah penguasaan bahasa Inggris, baik lisan maupun tulisan. Sehebat atau semenarik apapun ide ilmiah atau topik penelitian kita, kalau kita tidak bisa menyampaikan atau mendiskusikannya dalam bahasa Inggris  maka akan kurang bernilai.

Para akademisi Barat lebih senang berdiskusi secara panjang lebar dan detail. Oleh karena itu dibutuhkan ketrampilan berkomunikasi dengan bahasa Internasional untuk menyampaikan ide ide kita.  Selebihnya tentu saja adalah kemampuan akademik dan persiapan mental untuk bisa hidup di negeri orang. Karena bagaimanapun, dibutuhkan kemampuan untuk beradaptasi yang tinggi baik secara akademik maupun sosial ketika kita tinggal di LN. Untuk hal yang terakhir ini sudah banyak lembaga lembaga yang akan membantu kesiapan mental kita. Jadi tinggal bahasa Inggris dan kemampuan akademik yang dibutuhkan untuk menembus beasiswa ini.

Related News